Masyarakat
Suku Baduy yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten,
secara turun-temurun memeluk Agama Sunda Wiwitan, tanpa diusik siapa
pun, termasuk oleh pemerintah. Namun, kebebasan itu nampaknya tidak
lantas membuat warga pedalaman itu puas. Mereka pun menggugat agar
agamanya diakui secara legal formal dan dicantumkan dalam kartu tanda
penduduk (KTP) masyarakat komunitas adat itu.
"Saat
ini pemerintah belum mengakui Sunda Wiwitan sebagai agama atau
kepercayaan sebagian warga masyarakat Baduy Lebak, padahal kepercayaan
sudan lama kami anut," kata Kepala Pemerintahan Adat Baduy, Daenah,
beberapa waktu lalu.
Daerah,
yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak
itu, mengaku bingung dengan sikap pemerintah hanya mengakui enam agama
ditambah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Masyarakat
Baduy sangat keberatan setelah Pemerintah Kabupaten Lebak tidak lagi
memperbolehkan dicantumkan agama Sunda Wiwitan pada identitas KTP
dengan alasan tak memiliki dasar hukum.
Pemerintah
hanya mengakui enam agama yang dianut warga Indonesia pada identitas
KTP, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu
Cu.
Masyarakat
Baduy yang berjumlah 12.000 jiwa sejak 1972 hingga 2010 masih
mencantumkan pada KTP agama kepercayaan Sunda Wiwitan, namun pada 2011
pencantuman agama itu tidak lagi ada dalam kartu indentitas tersebut.
"Kami
sangat keberatan sebagai warga Indonesia dengan tidak diakui agama
kepercayaan Sunda Wiwitan secara tertulis dan tercantum pada KTP, dan
sampai sekarang belum ada penjelasan ’penghilangan agama’ dalam KTP
itu," katanya.
Karena
itu, kata dia, pihaknya dengan Wadah Musyawarah Masyarakat Baduy
(Wammby) mendatangi Kantor Jenderal Administrasi Kependudukan
Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.